Wahanakonsumen.com | Pencabutan izin ekspor perusahaan produsen minyak sawit terkait perkara dugaan korupsi minyak goreng bisa saja dilakukan.
Hal itu dikatakan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah.
Baca Juga:
Kejagung Sebut Harvey Moeis Tak Punya Jet Pribadi
Saat ini, lanjut dia, Tim Penyidik Kejaksaan Agung sendiri masih melakukan pendalaman atas barang-barang bukti terutama elektronik yang diklaim kuat membuktikan adanya kerja sama antara tersangka ISW dengan tiga orang tersangka lain dari pihak perusahaan.
"Ini (pencabutan izin ekspor) nanti ada dalam pertimbangan-pertimbangan penuntutan terutama termasuk korporasi. Nanti pasti akan arahnya ke sana. Hak-hak pencabutan juga ada, ini nanti kita pertimbangkan," kata Febrie saat jumpa pers virtual Perkembangan Penanganan Kasus Minyak Goreng, Jumat (22/4//2022).
Seperti diketahui, pada Selasa 19 April 2022, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengumumkan penetapan 4 orang tersangka Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (CPO) dan Turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.
Baca Juga:
JPU Beberkan Peran Lin Che Wei di Kemendag dalam Kasus Korupsi Minyak Goreng
"Pertama, pejabat Eselon I Kementerian Perdagangan bernama IWW, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Dengan perbuatan tersangka telah melawan hukum dengan menerbitkan persetujuan ekspor CPO dan produk turunannya kepada Permata Hijau Group, Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas," kata Jaksa Agung Burhanuddin membacakan nama tersangka saat jumpa pers, Selasa (19/4/2022) di kutip dari CNBC Indonesia.
Tersangka kedua adalah MPT selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia. Ketiga, SM selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Group (PHG). Dan, PTS selaku General Manager di Bagian General Affairs PT Musim Mas.
"Dalam penetapan tersangka, kami tidak melihat jabatan di perusahaan. Tapi dari bukti bahwa merekalah yang berperan langsung dan kita minta pertanggung jawaban," kata Febrie.
Kerugian Negara
Sementara itu, Febrie menambahkan, pihaknya juga telah melakukan pemeriksaan menyeluruh dokumen dan temuan-temuan lapangan terkait kasus ini. Termasuk mencari bukti adanya suap atau gratifikasi dalam pemberian izin ekspor.
Dimana, perbuatan itu dikenai sangkaan merugikan negara dengan sangkaan mengacu pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
"Apa perbuatannya? Ketika pengajuan izin ekspor atau persetujuan ekspor (PE) ada kewajiban DMO 20%. Kita melihat apakah ada fakta atau alat bukti bahwa pemberian PE tersebut memang tersangka mengetahui kelangkaan tersebut?," jelasnya.
"Kalau dia mengetahui bahwa DMO tidak ada maka PE dikeluarkan, apa motifnya? Ada bukti elektronik dan penelusuran yang butuh waktu dan saya tidak bisa ungkapkan vulgar, itu prosesnya. Ketika ini diizinkan tidak saja memenuhi DMO tapi ada syarat-syarat harus dipenuhi. Ini salah satu alat bukti yang dipegang Tim Penyidik," lanjut Febrie.
Soal kerugian negara dimaksud, Febrie hanya mengatakan, telah mendapat keterangan para ahli mengenai perekonomian negara.
"Ini yang saya sebut kualifikasi sangkaan awal pasal 2 dan 3 ini. Bagaimana kerugian negaranya? seperti saya sampaikan kita baru lakukan pembahasan, kita akan konkritkan dan ini butuh waktu," kata Febri. [tum]