Menurut David, riset KKI awalnya dipicu oleh fenomena maraknya perdebatan di media massa dan media sosial terkait risiko BPA pada kesehatan publik.
Dikatakannya KKI menyayangkan munculnya banjir opini yang seolah ingin mengesankan tak ada yang perlu dicemaskan dari paparan BPA yang bersumber dari plastik kemasan pangan, termasuk galon air minum bermerek.
Baca Juga:
BPOM Bakal Buat Label BPA pada Galon Air Minum Bermerek
Padahal, lanjutnya, ada ratusan penelitian ilmiah kredibel seputar risiko kesehatan dari paparan BPA terhadap tubuh manusia. Riset di berbagai negara menunjukkan paparan BPA pada tubuh berkorelasi dengan gangguan sistem reproduksi, penyakit kadiovaskular, penyakit kanker, penyakit ginjal, dan gangguan tumbuh kembang pada anak.
Sementara itu, otoritas keamanan pangan di berbagai negara juga telah mengeluarkan beragam kebijakan untuk mencegah risiko paparan BPA pada kesehatan konsumen, terbaru yakni kebijakan Uni Eropa yang melarang total penggunaan BPA sebagai zat kontak pangan per 1 Januari 2025.
Pada kesempatan itu KKI juga meminta pemerintah menggencarkan edukasi publik terkait risiko BPA pada galon polikarbonat guna meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen.
Baca Juga:
Bisnis AMDK Galon di Indonesia Dinilai Rugikan Konsumen
Survei KKI kurun Oktober-Desember 2024 melibatkan 495 responden dari lima kota besar, yakni Jakarta, Medan, Bali, Banjarmasin, dan Manado. Survei dibarengi dengan investigasi lapangan atas 31 objek usaha, termasuk agen distributor, truk pengangkutan, rumah tangga dan depot isi ulang.
"Kami berharap hasil survei dan investigasi ini dapat memberikan pandangan yang lebih jelas kepada publik mengenai urgensi penanganan persoalan BPA dalam kemasan galon guna ulang," kata David.
[Redaktur: Amanda Zubehor]