Konsumen.WahanaNews.co, Semarang - Pakta Konsumen menilai rencana aturan mengenai kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) tidak tepat untuk dilaksanakan.
Ketua Umum Pakta Konsumen Ary Fatanen menyatakan dorongan aturan kemasan rokok polos tanpa merek dapat meniadakan hak atas pengetahuan konsumen terkait infomasi produk.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
"Dalam UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Pasal 4 Ayat C disebutkan konsumen berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi suatu barang. Maka, rancangan aturan kemasan rokok polos tanpa yang dibuat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini jelas-jelas merampas hak konsumen tersebut," kata Ary.
Sebagaimana didorong oleh Kemenkes, Rancangan Permenkes akan mensyaratkan kemasan rokok untuk memiliki 50 persen peringatan kesehatan bergambar, namun tidak diperbolehkan untuk mencantumkan logo, warna khas dari merek produk, ataupun fitur kemasan lainnya. Setiap kemasan pun akan menggunakan warna yang seragam yang telah ditentukan Kemenkes.
Selain melanggar hak konsumen, Ary menilai hal tersebut berpotensi melebarkan jalan terjadinya kriminalitas, yaitu dengan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Menghilangkan informasi yang jelas tentang identitas dan merek produk tembakau, maka sama saja dengan menyuburkan kesempatan para oknum untuk memalsukan produk dengan kualitas dan kondisi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Baca Juga:
Kemenkes: Dampak Pestisida Sistemik pada Anggur Muscat Bisa Bertahan Meski Dicuci
"Hak konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi suatu produk ditindas dengan rencana kemasan rokok polos tanpa merek ini. Perlu dipertimbangkan juga dengan maraknya rokok ilegal akhir-akhir ini, maka aturan kemasan rokok polos tanpa merek ini juga bisa menjadi jebakan bagi konsumen untuk membeli produk yang tidak jelas karena sudah berbaur di pasar," jelasnya.
Pakta Konsumen juga menyayangkan sikap diskriminatif Kemenkes yang menginisiasi aturan yang berpotensi membuka peluang kriminalisasi terhadap konsumen.
"Konsumen dipaksa untuk menerima hasil akhir aturan yang dibuat tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya. Sejak dalam proses pembuatan aturan, konsumen tidak pernah dilibatkan dan suara kami tidak diakomodir. Kami juga tidak pernah mendapat sosialisasi apapun dari Kemenkes. Padahal, ya kami ini juga yang terdampak dari aturan tersebut," katanya.