Perapki.WahanaNews.co | Dalam UU Perkoperasian yang baru sebagai pengganti UU Nomor 25 Tahun 1992, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop UKM) menyatakan pelaku praktik koperasi yang menyimpang bakal terancam sanksi pidana hingga 3 tahun.
Deputi Bidang Perkoperasian Kemenkop UKM Ahmad Zabadi mengungkapkan regulasi yang ada saat ini hanya memberi wewenang pihaknya untuk menjatuhkan sanksi administratif, seperti teguran dan pencabutan izin, yang tidak menimbulkan efek jera.
Baca Juga:
Tips Cara Cek KTP Dipakai untuk Pinjol atau Tidak
"Terkait dengan praktik-praktik koperasi yang menyimpang, pihak-pihak yang 'memakai' koperasi sebagai jubah bisnis padahal praktiknya rentenir, pinjol ilegal, dan sebagainya, bisa terjadi karena di dalam regulasi tidak ada sanksi pidana," ujar Zabadi dalam Diskusi Santai dengan Redaktur Media di Jakarta pada Rabu (7/12).
Belajar dari otoritas pengawasan lain di berbagai negara, praktik menyimpang dari koperasi bisa ditekan karena ada pemberlakuan sanksi pidana yang memberikan kepastian hukum dan menimbulkan efek jera.
"Kami tentu tidak ingin mengedepankan sanksi pidana sebagai isu utama, tidak. Tapi, isu utamanya adalah jangan sampai orang yang tidak bertanggung jawab hanya menggunakan koperasi sebagai jubah padahal praktiknya bertentangan dengan prinsip koperasi," terangnya.
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
Dalam RUU perkoperasian, jelas Zabadi, sanksi denda bagi pelaku praktik koperasi menyimpang diusulkan berkisar Rp1 miliar hingga Rp3 miliar dan sanksi pidana berkisar 1 tahun hingga 3 tahun. Adapun hukuman terberat akan dijatuhkan pada pelaku yang menyalahgunakan nama koperasi.
Bentuk LPS Koperasi
Pada kesempatan yang sama, Zabadi juga mengungkap usul pembentukan lembaga penjaminan simpanan (LPS) bagi koperasi simpan pinjam (KSP) dalam RUU Perkoperasian.