Menurut Zabadi, keberadaan LPS koperasi akan mencerminkan komitmen esensial dari negara untuk melindungi simpanan anggota koperasi dan menempatkan KSP setara dengan lembaga keuangan lain.
Tahun ini saja, sambung Zabadi, sudah terungkap delapan koperasi simpan pinjam (KSP) bermasalah yang menimbulkan kerugian masyarakat karena gagal bayar hingga Rp26 triliun.
Baca Juga:
Tips Cara Cek KTP Dipakai untuk Pinjol atau Tidak
Delapan koperasi tersebut terdiri Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sejahtera Bersama, KSP Indosurya, KSP Pracico Inti Sejahtera, KSPPS Pracico Inti Utama, KSP Intidana, Koperasi Jasa Wahana Berkah Sentosa, KSP Lima Garuda dan KSP Timur Pratama Indonesia.
Dengan memiliki lembaga penjaminan, simpanan anggota bisa terlindungi. Adapun mekanisme penjaminannya saat ini masih digodok.
"Kami masih akan mematangkan kembali terkait LPS ini," ujarnya.
Baca Juga:
Rontoknya Raksasa Fintech, Investree Hadapi Likuidasi Usai Pencabutan Izin OJK
RUU perkoperasian sendiri merupakan kelanjutan dari putusan MK yang membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian.
Menurut Zabadi, ruu ini bersifat mendesak dan dibutuhkan untuk menggantikan UU Nomor 25 Tahun 1992 yang sudah out of dated lantaran sudah berusia 30 tahun.
Ia menargetkan pembahasannya dengan DPR bisa dilakukan awal tahun depan. Pasalnya, meski tidak masuk Prolegnas 2023, ruu ini bersifat kumulatif terbuka alias dapat diajukan berdasarkan kebutuhan.