“Regulasi yang ada saat ini belum cukup memadai untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dan data mereka. Regulasi yang berlapis dan tersebar di beberapa institusi pemerintah membuat penanganan masalah ini menjadi tersebar dan tidak fokus. Salah satu yang perlu dilakukan adalah mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi karena saat ini perlindungan data pribadi tersebar di 32 UU,” ujarnya.
Menurutnya, perlindungan data pribadi merupakan isu yang tidak bisa dilepaskan dari perlindungan konsumen digital secara umum. Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, banyak kegiatan masyarakat, termasuk kegiatan ekonomi, yang biasanya dilakukan secara konvensional atau bertatap muka langsung, dialihkan ke platform daring.
Baca Juga:
Sandiaga Ajak Generasi Muda Maksimalkan Potensi Ekonomi Digital yang Semakin Luas
Lemahnya perlindungan data pribadi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi belakangan ini, termasuk kebocoran data konsumen marketplace dan juga kebocoran data pasien Covid-19.
Dia menilai, pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi diharapkan bisa memunculkan awareness terhadap konsumen terhadap perlunya perlindungan data miliknya dan juga mendorong upaya pelaku usaha atau penyedia layanan untuk lebih transparan dalam penggunaan data dan lebih bertanggung jawab terhadap kerahasiaan data yang dimilikinya.
“Disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi, sangat mendesak sebagai salah satu bentuk jaminan perlindungan kepada konsumen,” katanya.
Baca Juga:
Kemenparekraf-CTM 360 Bahrain Kolaborasi Perkuat Keamanan Ekonomi Digital
Penyebabnya, penggunaan data pribadi bagi oknum penyedia layanan dagang elektronik (e-commerce) tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang dilakukan antara konsumen dengan penyedia platform. [eki]