"LSM melaporkan bahwa aparat keamanan dan polisi terkadang terlibat dalam perselisihan antara perusahaan dan masyarakat adat, seringkali berpihak pada bisnis," tulis laporan tersebut.
Laporan itu turut mengutip data dari Amnesty International melaporkan 61 kasus anggota masyarakat adat yang ditangkap tanpa proses hukum sepanjang Januari 2020 hingga Maret 2021. Hal ini diidentifikasi sebagai upaya mengkriminalisasi masyarakat adat untuk mempertahankan hak adat mereka.
Baca Juga:
Kanwil Kemenkumham Sulteng Tingkatkan Kesadaran dan Cegah Perundungan Siswa Lewat Diseminasi HAM
Pada 18 Mei 2021 misalnya, laporan itu mengebut aparat keamanan dari PT Toba Pulp Lestari bentrok dengan ribuan warga di Kabupaten Toba, Sumatera Utara. Bentrok itu melukai puluhan warga.
Konfrontasi bermula dari rencana perusahaan menanam pohon kayu putih di lahan seluas 2,3 mil persegi yang diklaim masyarakat adat sebagai tanah ulayat.
"Konflik tersebut merupakan bagian dari perselisihan yang sudah berlangsung lama. Sejak tahun 2020 hingga Mei 2021, PT Toba Pulp Lestari melaporkan 71 anggota masyarakat adat setempat ke polisi atas berbagai pelanggaran," tulis laporan tersebut.
Baca Juga:
Hotman Paris Tantang Menteri HAM: Cukup Ponsel untuk Layani Rakyat, Bukan Rp 20 Triliun
Respons Pemerintah
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengklaim Amerika Serikat justru banyak dilaporkan terkait dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) ketimbang Indonesia.
Mahfud merinci AS dilaporkan sebanyak 76 kali terkait dugaan pelanggaran HAM ke lembaga Special Procedures Mandate Holders (SPMH) pada kurun 2018-2021. Sementara Indonesia dilaporkan terkait dugaan pelanggaran HAM ke lembaga itu sebanyak 19 kali.