Wahanaadvokat.com | Edy Mulyadi didakwa telah menyiarkan pemberitaan bohong yang menimbulkan keonaran di kalangan masyarakat melalui pernyataan 'Kalimantan tempat jin buang anak' saat konferensi pers KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat) beberapa waktu lalu.
"Terdakwa Edy Mulyadi selaku pembicara dalam acara press conference yang dilaksanakan oleh KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat) sekaligus pemilik Channel Youtube BANG EDY CHANNEL, menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," ujar jaksa saat membacakan surat dakwaan di PN Jakarta Pusat, Selasa (10/5).
Baca Juga:
Kasus 'Kalimantan Tempat Jin Buang Anak': Edy Mulyadi Dituntut 4 Tahun Penjara
Jaksa menyebut Edy kerap kali mengunggah video berupa opini seputar kebijakan pemerintah pada tahun 2021. Opini itu menimbulkan pro dan kontra.
"Alih-alih membuktikan kebenaran asumsi, opini pribadi melalui mekanisme hukum dan peraturan Undang-undang yang berlaku di Indonesia selaku warga negara yang baik, taat hukum, terdakwa justru menyiarkan berita bohong dengan ungkapan pernyataan-pernyataan dan opini yang tak pasti kebenarannya kepada masyarakat luas, baik pidato langsung, live streaming maupun unggah konten video di Youtube," tutur jaksa.
Jaksa berujar konten tersebut di bawah naungan portal media FNN-- yang disebutnya tidak terdaftar di Dewan Pers.
Baca Juga:
Suku Dayak Masih Tunggu Edy Mulyadi Minta Maaf soal 'Jin Buang Anak'
"Perusahaan pers FNN tersebut tidak terdaftar pada Dewan Pers setelah dicek dan telah pula dilakukan penelitian resmi oleh Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang di Indonesia," imbuhnya.
Jaksa menyebut Edy mendulang keuntungan pribadi berkat banyaknya orang yang mengikuti dan menyukai setiap video yang diunggah. Akun Youtube itu juga pernah mendapat silver play bottom.
Jaksa menambahkan terdapat sejumlah konten yang menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran di akun Youtube Edy. Satu di antaranya berjudul 'Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat'.