“Putusan tersebut bermakna sangat strategis bagi proses pembentukan UU. Ke depan, Pemerintah dan DPR tidak boleh lagi membahas suatu RUU yang menyangkut kepentingan strategis bangsa tanpa melibatkan masyarakat secara luas dan serius,” ungkapnya.
Selepas itu, dia menyampaikan pendapat bahwa baik Pemerintah dan DPR tidak diperbolehkan lagi melakukan pembentukan UU melalui metode Omnibus Law seperti UU Cipta Kerja. Hal itu disebabkan oleh metode campur sari yang dilakukan, yang menurutnya hanya akan melahirkan produk perundang-undangan yang tidak fokus.
Baca Juga:
Proyek Siluman Pembangunan Gudang PT Wings Group Diduga Langgar UU Cipta Kerja
“Dengan demikian, ini akan merugikan dan berimbas secara negatif bagi produk legislasi dengan timbulnya ketidakpastian hukum karena tujuan dan filosofisnya menjadi buram (tidak jelas),” kata Hamdan.
Dia menjelaskan Pemerintah juga tidak boleh membuat peraturan implementasi UU Cipta Kerja yang baru dan tidak boleh mengambil kebijakan yang strategis dalam melaksanakan peraturan yang ada karena UU Cipta Kerja pada dasarnya sudah batal.
Hamdan mengatakan diputusnya UU Cipta Kerja secara bersyarat memiliki alasan yang mendasar, di mana UU tersebut masih dianggap berlaku sementara bertujuan untuk tetap terjaganya kepastian hukum. “Karena bila MK memutus UU Cipta Kerja tidak berlaku secara langsung, ketidakpastian hukum yang baru akan tercipta pula,” tandasnya. (tum)