Wahanaadvokat.com I Penanganan Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di Indonesia terhambat oleh ketiadaan dasar hukum.
Hal itu disampaikan Koordinator Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta Uli Pangaribuan dalam paparan Catatan Tahunan LBH Apik Jakarta yang dipantau di Jakarta, Jumat (10/12/2021).
Baca Juga:
26 Pengungsi Rohingya Kabur dari Penampungan di Pekanbaru
"Kami melihat dasar hukum kasus KBGO belum ada. Belum ada payung hukum yang benar-benar melindungi korban ketika korban melapor pada polisi," kata Uli.
Karena itu dari total 489 kasus KBGO yang diterima LBH Apik Jakarta, yang menjadikan KBGO kasus kekerasan terhadap perempuan yang paling banyak dilaporkan di 2021, hanya 25 kasus yang dilaporkan kepada polisi dan dua kasus yang masuk ke proses pengadilan.
"Kebanyakan korban ketika berani melapor juga berpotensi dikriminalisasi, jadi mereka mundur teratur. UU ITE belum melindungi hak-hak korban KBGO karena hanya mengatur tentang kejahatan elektronik umum," katanya.
Baca Juga:
Suap ke Ade Yasin dari Pihak Swasta Diduga Melalui Ajudan
Dari 489 laporan kasus KBGO yang diterima LBH Apik Jakarta, sebanyak 332 di antaranya berupa penyebaran konten pribadi non konsensual (malicious distribution), 91 kasus konten ilegal, dan 46 kasus pencemaran nama baik.
Di samping itu terdapat 17 kasus memperdaya korban secara online, 7 kasus penguntitan (stalking), dan 4 kasus pelecehan online.
"Pelaku penyebaran konten pribadi biasanya adalah orang yang dikenal oleh korban, seperti pacar, mantan pacar, suami, mantan suami, teman, dan orang yang baru dikenal di media sosial, bahkan ada juga yang tidak diketahui pelakunya," katanya.