Setelah mengamati kerusakan yang ditimbulkan oleh tumpahan minyak milik PTTEP asal Thailand ini, Luhut menegaskan, pemerintah akan melakukan fight at all cost.
"Langkah ini merupakan bentuk sikap Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat dengan melakukan upaya-upaya hukum untuk membela kepentingan rakyat kita," ujar Luhut.
Baca Juga:
Tersangka Kasus Pembunuhan Berencana Dikenakan Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP
Selain itu, Luhut menambahkan, langkah serius pemerintah dalam menyelesaikan kasus ini juga dipandang sebagai bentuk kehadiran negara dalam membela warganya yang tengah mengalami masalah.
"Kalau kita lihat dari gambarnya itu, betapa hancurnya rumput laut yang menjadi mata pencaharian warga. Itu harus dihitung. Belum lagi kerusakan terhadap tubuh manusia karena memakan ikan yang terkontaminasi dan seterusnya. Jadi tidak bisa main-main. Makanya kami (pemerintah) betul-betul serius menangani kasus ini. Kita akan fight at all cost," tutup Luhut.
Baca Juga:
Ungkap Kasus Pembakaran Rumah Wartawan: Dua Tersangka Ditangkap, Kasus Terus Ditindaklanjuti
Untuk diketahui, Pengadilan Federal Australia di Sydney akhirnya memenangkan gugatan class action 15,481 petani rumput laut dan nelayan di 2 kabupaten di Nusa Tenggara Timur yakni Kabupaten Kupang dan Rote Ndao pada Maret tahun 2021 lalu.
Hakim Pengadilan Federal Australia, David Yates, mengatakan tumpahan minyak yang bersumber dari ledakan anjungan minyak di lepas pantai Montara milik PTT Exploration dan Production (PTTEP), perusahaan asal Thailand pada 21 Agustus 2009 telah menyebabkan kerugian secara material, kematian, serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat.
Peristiwa itu bermula pada 21 Agustus 2009. Ketika itu terjadi ledakan unit pengeboran di anjungan minyak lepas pantai Montara yang menumpahkan minyak dan gas. Total luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi.