Menurut mereka, Indonesia mestinya menggunakan proses reformasi itu untuk memastikan bahwa hukum nasional selaras dengan kewajiban HAM internasional.
"Pakar PBB prihatin dengan rancangan KUHP yang bisa berarti kemunduran serius hak asasi manusia dengan menghukum seks di luar nikah, aborsi, dan menghambat kebebasan fundamental, khususnya bagi wanita dan anak perempuan, kaum LGBTQ, dan minoritas lainnya," bunyi kicauan UN Special Procedures pada 1 Desember lalu.
Baca Juga:
Densus 88 Belum Bisa Pastikan Motif Bom Polsek Astanaanyar Terkait KUHP
Pelapor Khusus PBB urusan Asosiasi Kebebasan dan Perdamaian, Clement Voule, juga menyoroti masalah serupa. Menurut Voule, KUHP baru hanya akan mengikis kebebasan masyarakat di RI.
Oleh sebab itu, pemerintah menurutnya harus merevisi pasal-pasal yang berpeluang menghambat HAM.
"Saya mendesak otoritas dan menyerukan @DPR_RI untuk memastikan KUHP sejalan dengan standar internasional dengan merevisi pasal-pasal yang bisa menghambat HAM," kata Voule melalui kicauan di Twitter.
Baca Juga:
Aliansi Mahasiswa Kenang 5 Korban Aksi RKUHP 2019, Nyalakan Lilin di Depan Gedung DPR
Hal senada juga disampaikan oleh lembaga pemantau HAM, Human Right Watch (HRW). Lembaga itu mengkritik pengesahan RKUHP karena dinilai menunjukkan kemunduran bagi demokrasi di RI. Mereka menyoroti pasal larangan penghinaan terhadap presiden dan lembaga negara hingga seks di luar nikah.
"Sebuah kemunduran, pertama, larangan menghina presiden atau lembaga negara atau menyatakan pandangan yang bertentangan dengan ideologi negara. Kedua, menghukum seks di luar nikah dan melarang hidup bersama sebelum menikah," ujar Direktur Eksekutif HRW, Kenneth Roth, melalui cuitan.
Keluhan juga dilontarkan oleh sejumlah jurnalis asing mulai dari Australia hingga Taiwan.