Advokat.WahanaNews.co | Sidang kasus suap Bupati Kabupaten Bogor nonaktif Ade Yasin diduga telah melakukan suap kepada 4 (empat) auditor BPK Jabar sebesar Rp. 1,9 Miliar di Pengadilan Tipikor Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, mendapat sorotan dari Lembaga Aliansi Indonesia (LAI).
Sidang berkaitan dengan laporan keuangan pemerintah daerah LKPD tahun anggaran 2021, yang diduga dilakukan bersama Kasubid Kasda BPKAD Ihsan Ayatullah, Sekretaris Dinas PUPR Adam Maulana, dan PPK Dinas PUPR Rizki Tufik Hidayat.
Baca Juga:
Jessica Wongso Disebut Jaksa Manfaatkan Film Dokumenter Tarik Simpati Publik
Kadiv Litbang Badan Pemantau Dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Lembaga Aliansi Indonesia (BP2 Tipikor LAI), Budi Rahardjo menjelaskan, para jaksa penuntut umum (JPU) KPK dan Majelis Hakim pada persidangan dugaan suap di Kabupaten Bogor kepada Pegawai Badan Pemeriksa Keuangan BPK RI Perwakilan Jawa Barat (Jabar) untuk lebih tegas dan lebih menunjukan integritas sebagai aparat penegak hukum (APH).
“Para jaksa harus berani memastikan majelis hakim OTT tersebut bentuk penyuapan pejabat Pemkab Bogor kepada empat orang auditor BPK Jabar. Integritas dan nama baik institusi KPK terhadap penilaian publik dipertarukan pada kasus ini,”
“Jauh sebelum OTT itu terjadi, kami sudah ingatkan Ade Yasin dan jajarannya terkait pekerjaan proyek peningkatan jalan Kandang Roda - Pakan Sari, dengan kontrak sekitar Rp 94,6 miliar tahun 2021, yang pelaksananya (perusahaan) pernah bermasalah, kantornya juga seperti kost-kostan,” jelasnya sambil menunjukan foto kantor PT. LAMBOK ULINA.
Baca Juga:
Ratusan Guru Gelar Aksi Solidaritas, Kawal Sidang Perdana Guru SD Konawe
Budi Rahardjo mengatakan jaksa KPK memiliki banyak saksi dan banyak alat bukti yang cukup untuk menjerat Ade Yasin dan adanya dugaan keterlibatan pimpinan DPRD Kabupaten Bogor pada persidangan yang masih berjalan tersebut.
“Kami masih meyakini, OTT tersebut berkaitan dengan penetapan PT. LAMBOK ULINA pelaksana jalan Kandang Roda - Pakan Sari oleh Panitia Lelang dan PPK terkesan dipaksakan, perusahaan tersebut pernah bermasalah dan tidak layak, hasil pekerjaannya disinyalir tidak sesuai kontrak,” tuturnya.
Dikatakannya, Direkturnya, JS, pernah buron dan di vonis 7 (tujuh) tahun penjara dengan denda Rp 400 juta, serta uang pengganti Rp 1 miliar lebih di Pengadilan Tipikor Jambi karena terlibat korupsi Pembangunan Gedung Auditorium Serbaguna UIN STS Jambi.