Oleh karena itu, salah satu tujuan pembahasan RUU Migas ini adalah untuk menutup kekosongan hukum pada SKK Migas di bawah Kementerian ESDM, karena masih bersifat lembaga yang bersifat sementara.
Terlebih, kata Mulyanto saat ini investor sektor migas tengah lesu, beberapa investor kakap seperti Shell dan Chevron memutuskan untuk hengkang dari Indonesia.
Baca Juga:
Regional 4 SHU Pertamina Terapkan 3 Strategi Unggulan dalam Operasional Migas di Indonesia Timur
"Jadi penting untuk bahas revisi undang-undang (Migas) ini. Ini terkait kepastian hukum. Untuk menguatkan SKK Migas yang ada sekarang," ujarnya.
Seperti diketahui, pada tanggal 13 November 2012 lalu, MK membatalkan 18 ketentuan mengenai kedudukan, fungsi, dan tugas BP Migas Putusan MK No. 36/PUU.X/2012. Dalam pandangan MK, BP Migas bertentangan dengan konstitusi sehingga harus dibubarkan.
Menyusul putusan ini, pemerintah kemudian menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang pembentukan Satuan Kerja Khusus Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang kemudian menjadi dasar penggantian peran BP Migas oleh SKK Migas.
Baca Juga:
Kementerian ESDM Tingkatkan Kebijakan Sejak 2021 untuk Tarik Minat Investor Migas Indonesia
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman menjelaskan RUU Migas akan dibahas dengan kumulatif terbuka atas usulan Komisi VII DPR, yang juga sudah disepakati oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).
"Walaupun tidak ada di dalam Prolegnas, setiap saat kita di DPR, pemerintah, DPD boleh mengajukan, itu wajib untuk dibahas," ujarnya di Hotel Fairmont Jakarta, Rabu (15/12/2021).
Lebih lanjut, Supratman menyampaikan bahwa meskipun RUU Migas tidak masuk dalam daftar 40 RUU Prolegnas tahun depan yang memang menjadi carry over tahun sebelumnya, namun harus dibahas di tahun depan.