“Ini agama yang diyakini oleh orang sangat kuat, sangat penting, yang oleh karena itu mestinya dilindungi, tetapi kenyataannya mungkin hanya kelompok agama tertentu yang merasa seperti itu. Kelompok agama lain tidak merasakan adanya kebebasan untuk menjalankan agamanya,” ungkapnya.
Selain kasus-kasus pelanggaran kebebasan beragama, seperti dialami kelompok Syiah, Ahmadiyah, Komunitas Eden, dan lain-lain, Saiful juga melihat bahwa secara sistematik dalam struktur kekuasaan, ada hukum yang melanggar kebebasan sipil, yaitu undang-undang tentang penodaan agama.
Baca Juga:
Hasil Survei SMRC: Pemilih PKS, PKB, Nasdem Pilih Anies di Pilkada Jakarta
“Itu yang menjadi masalah. Kita tidak akan mengalami pendewasaan dalan civil liberties, kebebasan dan demokrasi, selama dalam struktur kekuasaan masih ada kaidah-kaidah yang membenarkan menjebloskan orang ke penjara hanya karena beda pendapat,” tegasnya.
Saiful mencontohkan kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Menurunya, Ahok berhak untuk menafsirkan agama apa pun, termasuk agama yang bukan agamanya. “Itu bagian dari kebebasan orang untuk berpendapat. Itu adalah wilayah publik, mestinya bisa dibicarakan secara terbuka,” kata Saiful.
Menurut Saiful, konstitusi Indonesia tidak melarang agama apa pun, tetapi kemudian dibuat undang-undang bahwa yang diakui hanya agama tertentu saja. Karena itu, ada hal-hal yang mendasar yang menjadi turunan konstitusi yang tidak konsisten. “Konstitusi sudah melindungi (kebebasan beragama), dan itu bagus, tetapi undang-undang turunannya yang buruk,” tuturnya.
Baca Juga:
Dua Lembaga Survei Nasional Unggulkan Duet Melki Laka Lena-Jane Natalia Suryanto di Pilgub NTT 2024
Seharusnya, Saiful mengatakan hal itu bisa diuji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, berdasarkan pengalaman selama ini, menurutnya, MK tidak cukup memberi pencerahan untuk mengembangkan kebebasan sipil dalam masyarakat kita.
“Hal ini menjadi satu tantangan kita ke depan karena demokrasi banyak bertumpu pada persoalan penegakan hukum. Kalau aspek ini buruk, kita tidak bisa berharap banyak pada demokrasi kita ke depan,” imbuhnya.
Saiful menyimpulkan bahwa dilihat dari indikator-indikator ini, kualitas demokrasi atau kebebasan sipil Indonesia memburuk. Hal ini sejalan dengan data dari Freedom House yang menggunakan metode panel ahli.