“Kurang sehat akibat disaster atau kecelakaan putusan negara yang membuat banyak bermunculan orang yang merasa advokat. Kalimat saya kejam, merasa dirinya advokat karena disumpah oleh Pengadilan Tinggi,” katanya.
Padahal, lanjut dia, mereka yang disumpah itu bukan hasil dari proses yang dilahirkan Peradi selaku wadah tunggal organisasi advokat yang diberi kewenangan mengangkat calon advokat.
Baca Juga:
DPC Peradi Bandung Gelar Berbagi Takjil dan Buka Puasa Bersama 100 Anak Yatim
“Diproduksi oleh lembaga yang tidak bisa mengangkat advokat. Hanya Peradi yang bisa mengangkat advokat. Di situasi sekarang, di luar Peradi bisa mengajukan sumpah advokat di PT [Pengadilan Tinggi],” katanya.
Munculnya orang-orang yang mengaku advokat tersebut tidak melalui proses standar yang telah ditentukan. Ini berbeda dengan proses di Peradi yang menerapkan standar ketat untuk menjamin kualitas advokat. Penyelengaraannya pun melibatkan pihak ketiga sehingga betul-betul independen. “Enggak bisa kita ikut campur,” ujarnya tegas.
Baca Juga:
DPC PERADI Kabupaten Bogor 2024-2028 Dilantik Luhut M.P. Pangaribuan
Sedangkan ketika wartawan menanyakan soal beberapa institusi pemerintah, di antaranya lembaga penegak hukum telah meneken Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja Bersama Sistem Peradilan Pidana Terpadu Berbasis Teknologi Informasi (SPPT-TI) 2022, Dwi menyampaikan, piaknya mendukung langkah tersebut.
Menurutnya, Peradi menyambut baik karena ini merupakan langkah penting. Ini akan mengurangi atau memangkas birokrasi dan pertemuan yang tak jarang menjadi hal yang kurang baik karena “hubungan dekat” menjadi keberhasilan dan menentukan dalam suatu perkara.
“Sistem elektronik itulah yang akan memangkas. Mudah-mudahan dalam waktu dekat kita bisa diajak [sosialiasi],” katanya. [tum]