UU menyebutkan, ganti rugi dilakukan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Sementara Peraturan Pemerintah Perdagangan Melalui Sistem Elektronik mengatakan, harus melalui Kementerian Perdagangan.
“Perlu revisi, agar konsumen tidak bingung. Sekaligus memperjelas tanggung jawab antara kementerian/lembaga terkait,” tegas Pingkan.
Baca Juga:
Hakim PN Ambon Kabulkan Praperadilan Norman Bernaldi Terkait Pelanggaran Konsumen
Perlindungan konsumen adalah aspek yang sangat penting dan kompleks, yang sudah menjadi tantangan. Jauh sebelum transformasi digital dijadikan strategi prioritas negara, dalam menyikapi perkembangan perekonomian. Serta menangkap peluang dari kesempatan ekonomi, di tengah perkembangan digitalisasi.
Salah satu syarat dalam menjamin keadaan pasar yang kompetitif, produsen dan penjual harus mendapatkan pemasukan dari penjualan dan/atau memperluas pangsa pasarnya. Dengan memenuhi, atau bahkan memuaskan kebutuhan konsumen.
Ketersediaan produk atau jasa, perlu disesuaikan dengan sisi permintaan.
Baca Juga:
Mengenal Restorative Justice bagi Konsumen Jasa Keuangan
Hal ini dilakukan oleh penjual, dengan meningkatkan kualitas dari produk/jasanya. Serta memastikan tersedianya ragam pilihan dan penawaran, dengan harga yang kompetitif. Sehingga, konsumen tidak akan beralih ke produsen atau penjual lain.
Hanya saja, seringkali, praktik di lapangan berkata lainm Karena itu, perlindungan konsumen memiliki peranan yang signifikan.
Survei OJK pada 2019 menyebut, Indonesia masih memiliki kesenjangan antara tingkat inklusi keuangan (76,19 persen) dengan literasi keuangan (38,03 persen).