Fajry mengaku sangat menyayangkan keberadaan klausa minimum 40% dalam UU HKPD tersebut. Menurut dia, seharusnya daerah diberi keluasaan untuk menentukan tarif yang sesuai.
"Kalau daerah pusat wisata hiburan malam seperti Bali, tidak boleh tinggi-tinggi tarifnya biar industri pariwisatanya dapat tumbuh," kata dia.
Baca Juga:
Kolaborasi, KADIN-PHRI-HIMPI Kota Bekasi Santuni Ratusan Anak Yatim dan Dhuafa
Namun demikian, Fajry pesimistis jika aturan baru ini dapat diubah. Pasalnya, kata dia, UU HKPD baru berlaku.
"Jadi sulit untuk mengubah atau merevisinya lagi. Terlebih kita akan memasuki tahun pemilihan dan dengan anggota DPR yang baru. Tapi ada yang mengajukan judicial review," ungkapnya.
Sebelumnya, Pengacara Hotman Paris Hutapea mengeluhkan pungutan pajak usaha jasa kesenian dan hiburan mencapai 40%. Hal itu dikeluhkan melalui unggahan reels di Instagram miliknya @hotmanparisofficial, Sabtu (6/1).
Baca Juga:
ALPERKLINAS Apresiasi Kolaborasi PLN dan PHRI yang Siap Wujudkan Bali Jadi Pusat Pariwisata Hijau
Dia menilai tingginya pajak tersebut dapat mematikan usaha jasa hiburan. Hotman mengajak pelaku usaha hiburan protes terkait hal tersebut.
"Apa ini benar!? Pajak 40 persen? Mulai berlaku Januari 2024?? Super tinggi? Ini mau matikan usaha?? Ayok pelaku usaha teriaaakkk," tulis Hotman dalam unggahannya.
Keluhan juga dilontarkan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) yang menilai kenaikan pajak hiburan 40% mengancam industri pariwisata di Indonesia.