"No fire arms or crowd control gas shall be carried or used [Tidak boleh membawa atau menggunakan senjata api atau gas air mata]," jelas aturan tersebut.
Diketahui, Pasal 19 membahas tentang aturan petugas lapangan dan polisi dalam menjaga ketertiban di stadion saat pertandingan.
Baca Juga:
Soal Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata, Mabes Polri Angkat Suara
Tragedi Kanjuruhan berawal dari pendukung Arema FC yang tidak terima tim yang didukungnya kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya.
Sejumlah pendukung Arema turun dari tribun penonton ke tengah lapangan. Karena situasi makin kacau, kepolisian menghadang penonton dan kemudian menembakkan gas air mata.
Kendati demikian, gas air mata bukan hanya ditembakkan ke arah pendukung yang turun ke lapangan saja tapi juga ditembakkan ke tribun penonton. Para penonton pun panik.
Baca Juga:
Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata, KPK Sebut Bakal Verifikasi Laporan
Imbasnya, massa berdesak-desakan ke luar dari stadion. Banyak penonton mengalami sesak napas, terjatuh, dan terinjak-injak hingga tewas.
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afianta pun mengakui setelah penembakan gas air mata oleh aparat kepolisian, para penonton berlarian ke pintu keluar.
"Karena gas air mata itu, mereka pergi keluar ke satu titik, di pintu keluar. Kemudian terjadi penumpukan dan dalam proses penumpukan itu terjadi sesak napas, kekurangan oksigen," kata Nico dikutip Antara, Minggu (2/10).