Pengamat Kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menilai tindakan aparat kepolisian menembakkan gas air mata ke tribun penonton tidak bisa dibenarkan.
Menurut dia, polisi mestinya menenangkan atau membubarkan massa yang ada di lapangan cukup menggunakan water canon.
Baca Juga:
Soal Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata, Mabes Polri Angkat Suara
"Penyemprotan cukup dilakukan dengan water canon, itu pun pada pelaku anarkis yang berada di lapangan. Bukan pada penonton di tribun. Akibat semprotan gas ke tribun itulah yang menyebabkan banyaknya korban karena kepanikan akibat chaos yang dipicu oleh efek gas air mata," jelas Bambang.
Lebih lanjut, Ia mengatakan kekacauan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan adalah bentuk kegagalan polisi menjalankan standar prosedur operasional (SOP). Bambang menilai polisi tidak punya rencana cadangan menghadapi situasi di lapangan yang dinamis.
"Adanya korban yang masif sampai 125 orang meninggal dan ratusan luka-luka, artinya SOP yang dijalankan gagal," kata Bambang.
Baca Juga:
Dugaan Mark Up Pengadaan Gas Air Mata, KPK Sebut Bakal Verifikasi Laporan
Jumlah 125 orang meninggal tersebut berdasarkan data Polri. Sedangkan data Dinas Kesehatan Malang menyebut jumlah korban meninggal yaitu 131 orang. Sementara jumlah yang dicatat Aremania, pendukung Arema FC, mencapai lebih dari 200 orang. [tum]