Wahanaadvokat.com | Pemerintah resmi merilis aturan teknis mengenai program tax amnesty jilid II melalui Peraturan Menteri Keuangan 196/PMK-03/2021 tentang Tata cara Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak.
Aturan ini mengatur mengenai dokumen yang diperlukan, tarif serta sanksi yang dikenakan bagi wajib pajak peserta tax amnesty jilid II ini.
Baca Juga:
Suap ke Ade Yasin dari Pihak Swasta Diduga Melalui Ajudan
Salah satu yang juga diatur adalah mengenai data dan informasi yang diungkapkan peserta pada Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH). Adapun SPPH ini adalah dokumen yang disampaikan secara online oleh peserta dan melengkapi dengan dokumen lainnya.
Dalam pasal 22 beleid ini ditetapkan, bahwa data dan informasi yang bersumber dari SPPH wajib pajak dan lampiran yang diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan tidak dapat dijadikan pihak lain sebagai dasar penyelidikan, penyidikan atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Namun, data dan informasi wajib pajak tersebut bisa digunakan Direktur Jenderal Pajak (DJP) dan otoritas yang berwenang untuk memproses tindak pidana kepada wajib pajak sesuai dengan peraturan perundangan.
Baca Juga:
Ingin Kuasai Harta, Pria di Dairi Tega Bunuh Nenek Kandung
"Dalam data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dimiliki dan digunakan oleh otoritas yang berwenang untuk melakukan penanganan tindak pidana, termasuk tindak pidana yang bersifat transnational organized crimes meliputi narkotika, psikotropika dan obat terlarang, terorisme, perdagangan manusia dan pencucian uang," tulis Pasal 22, ayat 2 PMK tersebut.
Dalam aturan ini juga diatur mengenai sanksi yang akan diberikan kepada wajib pajak yang tidak patuh dan tidak ikut tax amnesty jilid II ini.
Bagi peserta PPS kebijakan I (harta hingga Desember 2015) yang sampai PPS berakhir masih ada harta yang belum diungkapkan pada saat mengikuti TA 2016 dikenai PPh Final atas harta bersih tambahan dengan tarif 25% (Badan), 30% (OP), dan 12,5% (WP tertentu) ditambah sanksi 200% (Pasal 18 (3) UU Pengampunan Pajak).