Kemudian, partisipasi publik seperti yang terjadi dalam pembahasan UU TPKS, harusnya pemerintah dan DPR proaktif.
“Partisipasi publik artinya DPR dan pemerintah yang proaktif dan inisiatif melibatkan masyarakat dan pihak-pihak yang terkait, bukan sebaliknya,” ucap Violla.
Baca Juga:
Perkuat Identitas Melayu Orang Banjar: Suara dari DMDI Indonesia
Sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani mengatakan DPR saat ini menunggu surat presiden (surpres) untuk memulai perbaikan UU Ciptaker usai mengesahkan revisi UU PPP. “Kita akan tunggu surpres dari Presiden. Kemudian, sesuai mekanisme di DPR, akan kita teruskan untuk dilaksanakan sesuai dengan mekanismenya,” kata Puan.
Menurutnya, revisi UU PPP sudah sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyoal metode omnibus law tak diatur dalam UU PPP sebelum diubah. Puan berharap UU PPP hasil revisi dapat diimplementasikan dan memberi manfaat.
Sementara itu, ahli hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Zainal Arifin Mochtar menyarankan agar pembentukan omnibus law tidak seperti yang saat ini dengan memasukkan bahasan semua dalam satu UU. Menurutnya, UU Ciptaker terlalu gemuk dengan memuat 11 klaster dan memasukkan 79 regulasi di dalamnya.
Baca Juga:
PWI Jalin Sinergi dengan KONI Jakbar Bahas Kerja Sama Publikasi Olahraga
“Bikin UU omnibus bukan bikin 11 UU dibuat satu. Itu keliru enggak bisa, terlalu besar. Harusnya kalau buat omnibus dibikin kecil-kecil. Satu klister, satu klaster. Ini kan 11 klaster, 79 UU,” ujar Zainal.
Menurutnya UU Ciptaker bisa dipecah menjadi 11 UU yang lebih kecil dengan cakupan yang lebih khusus per klaster.