"Kita juga perlu tahu penyebab NN menikah diam-diam ini apa, karena kita tidak bisa langsung menghakimi, ya. Jadi apakah sebabnya perselingkuhan untuk kepentingan nafsu atau NN lari karena mungkin dia mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Ini yang harus kita dalami," kata Mariana.
Mariana mengatakan Komnas Perempuan belum menerima aduan terkait kasus ini. Selain itu, menurutnya, perlu ada pendalaman lebih lanjut. Apakah motif aksi main hakim sendiri terjadi karena sosok NN yang merupakan perempuan atau memang karena kekesalan terhadap perbuatan NN.
Baca Juga:
Mensos Minta Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah Harus Dihukum Berat
Apabila motif warga 'menyerang' NN karena dia perempuan sehingga dianggap lemah, maka ia mengecam aksi itu.
Namun apabila aksi itu didasari motif lain dan termasuk kriminalitas, maka ia menyerahkan kasus ini pada pihak berwajib.
"Komnas Perempuan kan selalu melihat sesuatu itu berdasarkan berbasis gender ya, kalau tidak ada berbasis gender itu bukan wilayah kami. Dan tidak semata-mata karena dia perempuan, tapi apakah ada kekerasan dan diskriminasi gender yang terjadi itu yang perlu kita soroti," jelasnya.
Baca Juga:
Petinggi Partai di Kota Bekasi Diduga Lakukan Kekerasan Seksual, Begini Kronologinya
Mariana juga menyoroti diskriminasi gender dalam konsep poliandri di Indonesia. Dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, kendati negara menyatakan asas pernikahan Indonesia monogami, namun ada ketentuan poligami dengan syarat tertentu yang diperbolehkan dilakukan oleh laki-laki.
Asas monogami juga dipertegas dalam salah satu syarat perkawinan yakni Pasal 9, bahwa seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak dapat kawin lagi kecuali dalam hal sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4.
Pasal 3 ayat (2) UU Perkawinan yang mengatur bahwa pengadilan dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Sementara poliandri tidak disebutkan dalam UU Perkawinan.