"Kalau baca PP No 1/2003 itu jelas bahwa pemecatan bisa dilakukan bila sudah ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan pertimbangan pejabat yang berwenang," katanya.
"Nah pertimbangan pejabat yang berwenang itu yang akhirnya tidak memecat yang bersangkutan. Jadi kata dan di dalam PP itu harus ditafsirkan ulang," imbuh politikus PKS itu kepada CNNIndonesia.com.
Baca Juga:
LBH Jakarta Tawarkan Diri Jadi Amicus Curiae Kasus Roy Suryo, Ini Alasannya!
Sebelumnya, Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan akan mendalami alasan Polri tidak memecat Brotoseno meski pernah menjadi terpidana kasus penerimaan suap.
Brotoseno merupakan terpidana dalam kasus penerimaan suap dari pengacara kasus dugaan korupsi cetak sawah di Kalimantan periode 2012-2014. Saat itu, Brotoseno berpangkat AKBP dan sempat bertugas sebagai Kepala Unit (Kanit) di Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim.
Ia ditangkap penyidik Bareskrim pada 2016 dan divonis bersalah pada 2017. Hakim menjatuhkan hukuman pidana kepada Brotoseno 5 tahun penjara. Brotoseno telah bebas bersyarat sejak 15 Februari 2020. Polemik muncul karena ternyata Brotoseno tidak dipecat dari institusi Polri meski sempat jadi terpidana kasus korupsi.
Baca Juga:
Bermula dari Review Krim Kecantikan, Dokter Richard Lee Vs Kartika Putri Berujung Bui
Menurut Kepala Divisi Propam Polri Irjen Ferdy Sambo, dalam sidang Kode Etik Profesi Polri yang digelar Oktober 2020, Brotoseno hanya diberikan sanksi berupa pemindahan tugas yang bersifat demosi dan diminta untuk meminta maaf kepada pimpinan Korps Bhayangkara. [tum]