Pasalnya, di dalam hukum pidana termaktub aturan apabila seseorang telah dijatuhi pidana penjara, maka orang tersebut tidak boleh dijatuhi pidana lain.
"Kalau Sambo sudah dihukum kerena obstruction of justice misalnya satu tahun penjara, maka dia akan dijatuhi pidana penjara selama waktu tertentu yang paling lama 20 tahun dengan total tambah satu tahun penjara itu. Maka tertutup kemungkinan Sambo bisa dijatuhi pidana mati," jelasnya.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
Lebih lanjut, Chairul menyebut tanpa sadar lembaga negara seperti Bareskrim, Kejaksaan dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terjebak pada konstruksi yang dibangun Sambo.
Hal itu secara gamblang dapat dilihat dari jumlah jaksa yang sudah dipersiapkan untuk mengadili kedua kasus itu. Diketahui, jaksa yang akan menangani kasus dugaan obstruction of justice terdiri dari 43 orang. Sementara jaksa yang menangani kasus pembunuhan Brigadir J hanya terdiri dari 30 orang.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Menurut Chairul, kasus dugaan obstruction of justice sangat mudah dibuktikan karena berfokus pada perusakan CCTV.
"Bisa secara teoritik bisa duluan diadili obstruction of justice. Dengan itu Sambo dijatuhi pidana selama waktu tertentu. Oleh karena itu tertutup kemungkinan buat dia dijatuhi pidana mati karena dalam KUHP orang yang dijatuhi pidana mati tidak boleh dijatuhi pidana lain," ucapnya.
Ia menyatakan bahwa mengejar motif dugaan pelecehan seksual terhadap Putri seperti mengejar hantu karena mencari-cari sesuatu yang tidak pernah ada.