Masalah kekerasan seksual masih berlangsung di negara-negara tersebut meskipun telah menerapkan pidana mati. Oleh karena itu, hukuman seberat-beratnya, menurut Maidina, tidaklah terbatas pada pemberian pidana mati.
Apabila hakim mengabulkan tuntutan jaksa, yakni hukuman mati untuk Herry Wirawan, Indonesia seolah mengambil satu langkah mundur dari keadilan restoratif yang sedang digadang-gadang oleh bangsa ini. Pidana mati tidak berkontribusi pada pemulihan keseimbangan, apalagi mendatangkan rasa aman dan damai.
Baca Juga:
Soal Vonis Mati Pemerkosa 13 Santri, Komnas Perempuan Ingatkan Pemenuhan Hak Korban
Komnas HAM telah menegaskan bahwa menolak hukuman mati bukan berarti membela pelaku kekerasan seksual. Karena yang sebaiknya menjadi perhatian bukanlah hukuman apa yang terberat untuk Herry Wirawan, melainkan bagaimana nasib korban setelah penjatuhan hukuman.
Baik pidana mati maupun kurungan, ke depannya, korbanlah yang akan berhadapan dengan masyarakat pasca pembacaan vonis.
Dengan demikian, hukuman yang terbaik untuk Herry Wirawan adalah hukuman yang juga memperhatikan kebutuhan dan nasib dari para korban kekerasan seksual akibat perbuatannya.
Baca Juga:
Herry Wirawan Akan Dieksekusi Mati, Kemenag : Pelajaran Berharga
Artikel ini telah tayang di antaranews.com, Selasa, 18 Januari 2022, disadur kembali pada Rabu, 19 Januari 2022. [tum]