Pembayaran tanah melanggar hukum
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) Prof OK Saidin mempertanyakan ketentuan pembayaran tanah eks HGU PTPN 2 yang harus disetor pemohon kepada Kementerian BUMN.
Baca Juga:
KHLK: Industri Pelet Kayu Gorontalo Berpotensi Gantikan Batubara untuk Listrik
Dia menjelaskan, PTPN adalah pemegang HGU yang sudah berakhir dan tidak diperpanjang. Otomatis, tanah kembali dikuasai negara namun bukan milik negara.
Negara hanya mengatur peruntukan, penggunaan, pendistribusian tanah sesuai Pasal 2 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 yang sampai saat ini belum dicabut atau diganti.
Menurut UU ini, HGU adalah hak yang terbatas, hak menggunakan tanah sampai masanya berakhir dan bukan hak memiliki.
Baca Juga:
Menteri ATR/BPN AHY Sebut Anggaran Tambahan 2024 untuk Program Kementerian
Saidin menyebut, HGU PTPN 2 untuk lahan seluas 5.873,06 hektaretidak diperpanjang lagi, sesuai Surat Keputusan Kepala BPN Nomor 42, 43 dan 44 Tahun 2002 dan Nomor 10 Tahun 2004. Artinya, tidak ada lagi hak apapun yang dimiliki PTPN 2 atas tanah tersebut.
Lalu, apa dasar lembaga appraisal memberi nilai tanah yang harus diganti rugi kepada PTPN? Kalau PTPN 2 meminta pembayaran cq BUMN, maka HGU bukan lagi dianggap hak terbatas.
“Tanah itu bukan lagi hak milik PTPN 2, HGU-nya sudah berakhir. Kalau ada orang yang membayar, lalu PTPN menggunakan uang itu, saya pikir itu pelanggaran hukum,” kata Saidin.