Wahanakonsumen.com | Pada akhir tahun 2021 lalu hingga memasuki awal tahun 2022, harga komoditas minyak goreng terus mengalami kenaikan secara signifikan.
Menyadur dari CNBC Indonesia, Jumat (8/01/2022), Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS), secara nasional harga minyak goreng curah pada 29 Desember lalu hanya Rp 18.400/Kg. Pada 5 Januari 2022 atau kemarin, menyentuh Rp 18.550/Kg, atau naik 0,81%
Baca Juga:
Harga Minyak Goreng di Daerah Ini Lebih Murah dari Jakarta
Kemudian Minyak Goreng Kemasan Bermerk 1 pada 30 Desember 2021 harganya Rp 20.600/Kg. Sementara kemarin menjadi Rp 20.800/Kg, naik 0,97%. Begitu juga Minyak Goreng Kemasan Bermerk 2. Di mana pada 30 Desember masih Rp20.030/Kg, kemarin menjadi Rp Rp 20.300/Kg atau meningkat 1,34%.
Terbaru harga minyak goreng akhirnya turun. Ini terjadi setelah pemerintah memberikan respons tegas terhadap harga yang melesat beberapa waktu terakhir.
Pemerintah memutuskan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng di tingkat konsumen maksimal Rp14.000 per liter. Hal ini merespons lonjakan harga minyak goreng yang terjadi di Indonesia. Keputusan ini akan berlaku hingga 6 bulan ke depan dan akan dievaluasi Mei 2022.
Baca Juga:
Meski Lolos Seleksi Ratusan CPNS Pilih Mundur, Gajinya Kekecilan?
Pemerintah juga akan menggelontorkan dana sebesar Rp3,6 triliun untuk menutup selisih harga minyak goreng yang ditetapkan dengan HET Rp14.000 per liter untuk menanggung Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Mengutip catatan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata nasional untuk harga minyak goreng kemasan bermerk 1 di pasar tradisional (6/1/2021) tercatat Rp 20.400/kg. Turun Rp 350 (1,69%) dibandingkan kemarin.
Meski begitu, harga produk ini masih bertahan di level tinggi. Dibandingkan sebulan lalu, harga masih lebih tinggi Rp 750 (3,82%).
Lonjakan harga CPO dunia yang naik menjadi US$ 1.340/MT ikut menyebabkan harga minyak goreng ikut naik cukup signifikan, selain juga faktor lain yakni kenaikan harga minyak nabati dunia.
Meningkatnya permintaan biodiesel untuk program B30 mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar ikut memperparah keadaan di tengah penurunan produksi CPO.
Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama harga minyak goreng terus merangkak naik. Pasalnya akibat Covid-19 produksi CPO ikut menurun drastis, selain itu arus logistik juga ikut terganggu.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menyebut turunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia sebagai salah satu penghasil terbesar.
Hingga Selasa (5/1), harga CPO kontrak berjangka 3 bulan untuk pengiriman Maret 2020 di Bursa Malaysia tercatat di posisi MYR 5.036/ton. Angka tersebut sudah melesat 30,77% dibandingkan dengan posisi enam bulan lalu. Sementara, dalam sejak awal tahun lalu (20 Januari 2021), harga minyak sawit sudah melonjak 56,35%.
Berdasarkan data Refinitiv, dari sekitar 72 juta ton produksi CPO global, lebih dari setengahnya berasal dari Indonesia. Sejak awal tahun 2000-an, Indonesia telah melangkahi Malaysia dan menjadi produsen CPO terbesar dunia.
Meski demikian, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan konsumsi CPO terbesar di dunia. Akan tetapi di Indonesia banyak produsen minyak goreng yang tidak berafiliasi dengan produsen CPO atau kebun sawit.
Ini menyebabkan harga minyak goreng sangat bergantung terhadap harga CPO. Akibatnya harga minyak goreng terutama curah dan kemasan meningkat tajam.
Harga CPO global yang tinggi memberikan peluang 'cuan' dari ekspor lebih besar. Rata-rata 67,4% produksi Palm Oil Indonesia dijual ke luar negeri, sehingga mengurangi pasokan dalam negeri. Apalagi pasokan tersebut harus berbagi dengan proyek biomassa sehingga menekan pasokan untuk minyak goreng.
Sepanjang tahun lalu, secara rerata hingga akhir Oktober 2021, sekitar dua pertiga produksi CPO RI diekspor ke luar negeri, bahkan pada bulan Agustus tahun lalu porsi ekspor CPO mencapai 92% dari produksi bulan yang sama.
Selain itu dari sisi ekspor terdapat tren kenaikan, salah satunya karena lonjakan harga komoditas. Sementara itu untuk konsumsi domestik, angkanya relatif datar atau malah mengalami penurunan sedikit.
Oke Nurwan, Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, dalam webinar Indef, meramalkan kenaikan harga minyak goreng akan terus berlanjut sampai kuartal I-2022.
"Ini (minyak goreng) berpotensi untuk terus bergerak, bahkan kita sudah prediksi sampai kuartal-I 2022 pun masih meningkat terus," ungkap Oke Nurwan, Rabu (24/11/2021).
Menurut Oke ada dua penyebab kenapa harga komoditas kebutuhan pokok ini naik dan akan terus meroket hingga tahun depan. Pertama, pasokan Crude Palm Oil (CPO), sebagai bahan baku yang turun secara global.
Oke mengungkapkan produksi Malaysia yang turun akan diikuti oleh penurunan produksi Indonesia pada tahun 2021. Hal ini akan menekan pasokan global karena kedua negara ini adalah produsen CPO terbesar dunia.
Pasokan minyak nabati kanola oil dari Kanada turun 6% juga jadi penyebab harga minyak goreng dunia naik. Ditambah krisis energi yang terjadi di beberapa negara seperti India, Eropa, China, tambahnya.
Saat ini kebutuhan minyak goreng nasional sebesar 5,2 juta liter dan kebutuhan minyak goreng curah mendekati 67%. Hal ini menurut Oke menjadi penyebab tingginya harga minyak goreng nasional. Sementara itu, produksi minyak goreng sampai 8 juta liter dan sebagian besar ekspor minyak gorengnya. [tum]