Di sisi lain, ia menyadari bahwa subsidi energi ini tak murah. Apalagi, kuota pertalite harus ditambah sekitar 3,5 juta sampai 5 juta kiloliter agar cukup memenuhi kebutuhan masyarakat sampai akhir 2022.
"Ini bisa menambah kembali beban APBN. Jika tidak ditambah maka Oktober sampai akhir tahun akan ramai terjadi kelangkaan pertalite," ujar Mamit.
Baca Juga:
Polisi Gerebek SPBU di Medan, Terbukti Oplos Pertalite dengan Bensin Oktan 87
Oleh karena itu, ia berharap revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM bisa segera rampung. Revisi perpres itu akan memuat tentang pembatasan pembelian pertalite di SPBU Pertamina.
Harapannya, penyaluran BBM penugasan seperti pertalite bisa tepat sasaran. Bukan kelas menengah atau menengah atas yang justru ikut menikmati subsidi dari pemerintah.
"Saya masih menunggu revisi Perpres 191/2014 terkait dengan kriteria siapa yang berhak membeli BBM JBT dan JBKP ini. Sehingga program pembatasan yang dilakukan bisa berjalan efektif dan tidak menimbulkan gejolak sosial di masyarakat. Pertamina selaku badan usaha juga akan lebih tenang menjalankannya," papar Mamit.
Baca Juga:
Ojol Kendari Protes, Pertalite Diduga Oplosan hingga Bikin Motor Mogok
Pembatasan, sambung Mamit, menjadi solusi utama bagi penyaluran subsidi BBM yang sering tak tepat sasaran. Ia yakin program pembatasan pertalite bisa sukses di lapangan jika semua pihak berkomitmen mengimplementasikan sesuai aturan.
"Pembatasan menjadi salah satu solusi. Sudah cukup kita membakar APBN kita di jalan. Harusnya bisa dimanfaatkan untuk pendidikan, kesehatan, pertanian, perikanan, umkm, atau kegiatan produktif lainnya," jelas Mamit.
Naik Bertahap