Pendapat berbeda disampaikan Direktur Center of Economic and Law Studies Celios Bhima Yudhistira. Menurut dia, pemerintah harus tetap memberikan subsidi energi besar-besaran demi menjaga harga pertalite.
"Ketika masyarakat butuh subsidi energi, sudah sewajarnya dilakukan penambahan alokasi energi untuk mencegah daya beli turun karena inflasi tinggi kalau harga dilepas ke pasar," ungkap Bhima.
Baca Juga:
Polisi Gerebek SPBU di Medan, Terbukti Oplos Pertalite dengan Bensin Oktan 87
Ia membandingkan dengan Malaysia yang mampu menahan BBM RON 95 di level Rp6.800 per liter. Sementara, pertalite merupakan jenis BBM dengan RON lebih rendah, yakni 90.
Jadi, Bhima menilai seharusnya Pemerintah Indonesia bisa tetap mempertahankan harga pertalite di level Rp7.650 per liter.
"Malaysia juga mati-matian pertahankan harga subsidi karena khawatir kalau dibebankan ke konsumen, maka inflasi tinggi," kata Bhima.
Baca Juga:
Ojol Kendari Protes, Pertalite Diduga Oplosan hingga Bikin Motor Mogok
Pemerintah, sambung Bhima, bisa mengalihkan dana pembangunan infrastruktur seperti ibu kota baru (IKN) untuk subsidi energi jika kekurangan dana. Jangan sampai, harga pertalite dilepas sesuai mekanisme pasar karena alasan APBN jebol.
"Anggaran-anggaran yang bisa direlokasi salah satunya dana untuk bangun infrastruktur, IKN ditunda dulu. Pembengkakan biaya kereta cepat Jakarta-Bandung jangan pakai uang negara," papar Bhima.
Selain itu, pemerintah juga bisa mengalihkan dana belanja pegawai, pengadaan barang dan jasa, hingga transfer daerah untuk subsidi energi.