Wahanakonsumen.com | Menurut Ketua Umum Gabungan Koperasi Produsen Tempe dan Tahu Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan 20% atau mencapai 30 ribu perajin tahu dan tempe berhenti berproduksi.
Hal ini akibat imbas kenaikan harga kedelai secara global, membuat banyak perajin tempe ogah produksi.
Baca Juga:
Meski Lolos Seleksi Ratusan CPNS Pilih Mundur, Gajinya Kekecilan?
"Jumlah perajin tahu tempe mencapai 160 ribu yang rumahan, sekarang kurang lebih 20% atau 30 ribu perajin berhenti produksi karena kenaikan harga," kata Aip, dalam konferensi pers Kementerian Perdagangan secara virtual, Jumat (11/2/2022).
Menurut Aip, perajin tempe rumahan skala kecil yang memproduksi 10 - 20 kg kedelai per hari sangat kesulitan dengan fluktuasi harga. sementara untuk produsen yang menggunakan kedelai 100 kg per hari masih bisa bertahan, meski ada ukurannya yang pangkas lebih kecil.
Dia mencontohkan harga yang ditentukan oleh importir pada umumnya mengalami kenaikan tiap minggu. Bahkan pernah dalam satu minggu naik sebanyak lima kali. Makanya dia berharap kepada pemerintah untuk memberikan stabilisasi harga.
Baca Juga:
Nah Loh, PUJK Masih Abai Perlindungan Konsumen? OJK Bakalan Sikat
"Kami usulkan harga kedelai dibuat stabil, minimal untuk waktu 1 bulan meski idealnya 3 bulan. Contohnya kalo ditetapkan Rp 10.500 per kilogram harga kedelai ya berlaku satu bulan jangan range, berat kita," jelasnya.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan salah satu fokus pemerintah adalah menstabilkan harga juga memastikan pasokan. Terutama menjelang lebaran.
"Tentunya kami sedang pertimbangkan untuk menstabilkan harga seperti yang diusulkan, ada 160 ribu pengrajin tempe/tahu ini gak jelas kalo naik tiap hari. Gimana mau berusaha kalau besoknya harga naik lagi. Tentu tidak menutupi modal besoknya," kata Oke.