Wahanaadvokat.com | Anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Mulyono Dwi Purwanto tak sependapat dengan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan ahli yang memberikan keterangan di muka persidangan soal kerugian negara pada kasus Asabri.
Menurutnya, metode penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan tidak konsisten dan tidak tepat.
Baca Juga:
Skandal Kasus ASABRI: Benny Tjokro Dituntut Pidana Mati
Ia mempunyai pendapat berbeda atau dissenting opinion terkait kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi di PT ASABRI. Mulyono menyebut kerugian negara dalam perkara ini belum riil, tetapi masih sebatas potensi.
Mulyono menyatakan kerugian keuangan negara Rp22,7 triliun sebagaimana audit BPK adalah berdasarkan pembelian dana investasi, yang meski dilakukan dengan tidak sesuai prosedur, tetapi masih memperhitungkan pengembalian efek yang diterima dari reksa dana yang dibeli secara tidak sah.
Sementara, lanjut dia, auditor BPK tidak memperhitungkan reksa dana, surat dan saham-saham yang masih ada dan menjadi milik PT ASABRI padahal mempunyai nilai atau harga.
Baca Juga:
26 Pengungsi Rohingya Kabur dari Penampungan di Pekanbaru
"Dengan metode penghitungan ahli, saham/efek tersebut masih memiliki nilai/harga bila saham dijual atau dilikuidasi reksa dananya walau pembelian menyimpang tetapi masih menghasilkan dana kas bagi PT ASABRI," ujar Mulyono di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (4/1) malam.
"Walau jumlah tidak pasti karena harga berfluktuasi sehingga lebih fair jika diperhitungkan dalam menghitung kerugian negara. Auditor tidak memperhitungkan itu tapi hanya efek surat berharga yang tidak terjual kembali sebelum 31 Desember 2019 tapi memperhitungkan penerimaan setelah 31 Desember 2019," katanya.
Mulyono menambahkan, "Hal itu menyebabkan perhitungan kerugian negara menjadi tidak tepat, tidak nyata, atau tidak pasti nilainya karena tidak dihitung secara riil pembelian yang menyimpang namun mengesahkan penerimaan dana dari penjualan atau likuidasi efek tersebut sampai waktu tertentu."