Tentunya dalam hal mekanisme, model, klasifikasi tindak pidana, dan tata cara bisa berbeda.
Akan tetapi, semangatnya adalah berfokus pada perubahan pidana menjadi dialog atau mediasi yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, atau pihak lain yang terkait.
Baca Juga:
Kejari Tangerang Selesaikan Pencurian dengan Restorative Justice
Mekanisme ini dilakukan untuk menciptakan alternatif penyelesaian perkara pidana yang adil dan seimbang dengan memfokuskan pada upaya pemulihan dan reintegrasi kembali hubungan masyarakat.
Tanpa kerjasama antara korban dan saksi, sistem peradilan pidana tetap akan berfungsi, akan tetapi individu-individu ini diabaikan oleh sistem peradilan pidana atau hanya digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi dan menghukum pelanggar atau pelaku kejahatan.
Kepolisian sebagai garda terdepan dalam sistem peradilan pidana telah menerbitkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia No 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Baca Juga:
PERMA Nomor 1 Tahun 2024, Komnas Perempuan: Keadilan Restoratif Penting untuk Pemulihan dan Keadilan Korban
Untuk menetapkan dapat atau tidaknya restorative justice didasarkan pada dua syarat, yakni formil dan materiil.
Syarat formil berupa adanya perdamaian kedua belah pihak; pemenuhan hak korban serta tanggung jawab pelaku (kecuali tindak pidana narkotika).
Sedangkan persyaratan materiil berupa: