Lonjakan harga CPO dunia yang naik menjadi US$ 1.340/MT ikut menyebabkan harga minyak goreng ikut naik cukup signifikan, selain juga faktor lain yakni kenaikan harga minyak nabati dunia.
Meningkatnya permintaan biodiesel untuk program B30 mewajibkan pencampuran 30% Biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis Solar ikut memperparah keadaan di tengah penurunan produksi CPO.
Baca Juga:
Harga Minyak Goreng di Daerah Ini Lebih Murah dari Jakarta
Pandemi Covid-19 menjadi penyebab utama harga minyak goreng terus merangkak naik. Pasalnya akibat Covid-19 produksi CPO ikut menurun drastis, selain itu arus logistik juga ikut terganggu.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Oke Nurwan menyebut turunnya pasokan minyak sawit dunia seiring dengan turunnya produksi sawit Malaysia sebagai salah satu penghasil terbesar.
Hingga Selasa (5/1), harga CPO kontrak berjangka 3 bulan untuk pengiriman Maret 2020 di Bursa Malaysia tercatat di posisi MYR 5.036/ton. Angka tersebut sudah melesat 30,77% dibandingkan dengan posisi enam bulan lalu. Sementara, dalam sejak awal tahun lalu (20 Januari 2021), harga minyak sawit sudah melonjak 56,35%.
Baca Juga:
Meski Lolos Seleksi Ratusan CPNS Pilih Mundur, Gajinya Kekecilan?
Berdasarkan data Refinitiv, dari sekitar 72 juta ton produksi CPO global, lebih dari setengahnya berasal dari Indonesia. Sejak awal tahun 2000-an, Indonesia telah melangkahi Malaysia dan menjadi produsen CPO terbesar dunia.
Meski demikian, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan konsumsi CPO terbesar di dunia. Akan tetapi di Indonesia banyak produsen minyak goreng yang tidak berafiliasi dengan produsen CPO atau kebun sawit.
Ini menyebabkan harga minyak goreng sangat bergantung terhadap harga CPO. Akibatnya harga minyak goreng terutama curah dan kemasan meningkat tajam.